Kamis, 22 April 2010
Lenggang
Suasana Tujungan Plasa 3 jalan Basuki Rahmat Surabaya, Kamis (15/4). Lenggang, tanpa pengunjung. gambar ini diambil pukul 09.30 WIB. sebelum pusat perbelanjaan kota pahlawan tersebut dibuka. (Subagus Indra)
Tak Ingin Kalah dengan Laki-laki
“Saya merasa menjadi seorang perempuan seutuhnya di Hari Kartini. Karena di hari-hari lainnya, perempuan dan laki-laki sama saja,” ujar seniman dan kreator seni Natalini Widhiasi (46), Rabu (14/4), saat pembukaan pameran seni “Women Artist Carnival” di House of Sampoerna Surabaya.
Peraih medali perak “Shankar’s Internasional Children Competition” di India 1973 ini menyatakan, perempuan punya hak yang sama dalam berkarya. Terutama dalam seni rupa. Perempuan juga punya kekuatan yang sama untuk menampilkan karya terbaik.
Ia menambahkan, perempuan memiliki semangat dan kreativitas yang tak kalah dibanding dengan laki-laki. “Bukan berarti wanita terbelakang. Namun, ada tugas dari alam sesuai kodrat kami (wanita),” tuturnya.
Sewaktu muda, Natalini sempat tak ingin menikah. “Saya ingin berkeliling dunia dan terus melukis,” ujar Lini, sapaan akrabnya. “Namun, saya merasa berdosa bila menentang kodrat tersebut,” ujar istri prof Ekobudi Jatmiko pembantu rektor IV ITS ini.
Dalam pameran yang diselenggarakan 16 April – 16 Mei tersebut, wanita yang mulai melukis sejak umur belasan tahun ini mempersembahkan lukisan diatas kanvas. Ia menyajikan warna gelap dalam lukisan yang diberi judul Contemplatif.
Selain itu, Natalini juga ditemani 21 perupa lain dalam pameran tersebut. Salah satunya Millie Huang. Ia menyuguhkan karya lukisan dengan menggunakan kuali (wajan) sebagai media yang dicat.
"Wajan sebagai peralatan dapur bisa dikatakan lekat dengan perempuan. Karena dapur adalah dunia perempuan, tapi perempuan juga bisa berkarya," ungkapnya.
Menurut kurator pameran Agus (Koecink) Soekamto, dalam karya-karya yang disajikan terdapat unsur kehalusan dan tampilan warna yang tidak terkesan memberontak. Kemudian ada kaitannya dengan dunia perempuan seperti daun, benang, kuali (wajan), bunga, dan sebagainya.
(Subagus Indra)
Peraih medali perak “Shankar’s Internasional Children Competition” di India 1973 ini menyatakan, perempuan punya hak yang sama dalam berkarya. Terutama dalam seni rupa. Perempuan juga punya kekuatan yang sama untuk menampilkan karya terbaik.
Ia menambahkan, perempuan memiliki semangat dan kreativitas yang tak kalah dibanding dengan laki-laki. “Bukan berarti wanita terbelakang. Namun, ada tugas dari alam sesuai kodrat kami (wanita),” tuturnya.
Sewaktu muda, Natalini sempat tak ingin menikah. “Saya ingin berkeliling dunia dan terus melukis,” ujar Lini, sapaan akrabnya. “Namun, saya merasa berdosa bila menentang kodrat tersebut,” ujar istri prof Ekobudi Jatmiko pembantu rektor IV ITS ini.
Dalam pameran yang diselenggarakan 16 April – 16 Mei tersebut, wanita yang mulai melukis sejak umur belasan tahun ini mempersembahkan lukisan diatas kanvas. Ia menyajikan warna gelap dalam lukisan yang diberi judul Contemplatif.
Selain itu, Natalini juga ditemani 21 perupa lain dalam pameran tersebut. Salah satunya Millie Huang. Ia menyuguhkan karya lukisan dengan menggunakan kuali (wajan) sebagai media yang dicat.
"Wajan sebagai peralatan dapur bisa dikatakan lekat dengan perempuan. Karena dapur adalah dunia perempuan, tapi perempuan juga bisa berkarya," ungkapnya.
Menurut kurator pameran Agus (Koecink) Soekamto, dalam karya-karya yang disajikan terdapat unsur kehalusan dan tampilan warna yang tidak terkesan memberontak. Kemudian ada kaitannya dengan dunia perempuan seperti daun, benang, kuali (wajan), bunga, dan sebagainya.
(Subagus Indra)
Batik Seru, Seni Batik Baru
Batik, kerajinan asli Indonesia ini memang telah diakui dunia melalui UNESCO (United Nation, Educational, Scientific and Cultural). Kini setiap 2 Desember diperigati sebagai hari batik nasional. Saat ini pun banyak orang gemar mengenakan batik.
Jika Anda ingin corak batik yang eksklusif, Seni batik mangrove rungkut Surabaya atau yang disingkat batik seru jadi pilihannya. “Bahan pewarna batik ini pakai limbah mangrove. Bahan ini punya gradasi warna yang amat liar,” tutur Lulut Sri Yuliani kreator batik seru. Setiap orang akan punya corak dan model yang berbeda dengan yang lain.
Keistimewaan batik seru terletak pada warna. Memang terkesan kusam. Itu karena gradasi yang membuat percampuran warna. “Berbeda dengan batik lain yang cenderung punya warna nge-jreng, biasanya itu kimia,” kata wanita 45 tahun ini.
Limbah mangrove seperti buah, biji daun dan yang lainnya memiliki warna-warna yang berbeda saat diolah. Pada proses pewarnaan, sebelum dilumurkan pada batik, limbah mangrove direbus hingga mendidih. Selanjutnya cairan itu dilukiskan pada kain batik.
Proses pewarnaan menggunakan mangrove bergantung pada cuaca. “Warna mangrove tidak dapat diprediksi. Meskipun jenis bahan pewarna sama, belum tentu warna yang dihasilkan pun sama,” ujarnya.
Proses pewarnaan membutuhkan sinar matahari yang baik. Semakin terang kondisi cuaca, warna yang dihasilkan semakin gelap. Sehingga, warna–warna gelap merupakan warna ekslusif dari batik seru. Seperti hitam, ungu dan cokelat.
Proses pembuatan batik setidaknya memakan waktu dua bulan. Terdiri dari pelukisan motif dan proses pewarnaan yang memakan waktu satu bulan. “Kita mempekerjakan 74 pengrajin batik di lingkungan Kelurahan Kedung Baruk, Rungkut,” imbuhnya.
Selain batik, mangrove juga dapat diolah menjadi produk lainnya. Seperti tempe, kerupuk, kue, sabun cair mangrove dan toga, wedhang dan pupuk.
Satu helai batik dengan ukuran panjang 1-3 meter dihargai 50-300 ribu rupiah. Ada juga yang harganya mencapai lebih dari satu juta rupiah. Tergantung ukuran kain dan corak warna yang Anda pilih.
Batik mangrove anda dijamin tidak akan sama dengan batik orang lain. “Batik yang sudah pernah dibuat, tidak akan bisa dibuat lagi. Kalaupun bisa, hasilnya tidak akan sama persis,” papar wanita yang memiliki gelar strata satu jurusan sastra jawa itu.
Batik ini sudah dipakemkan menjadi ciri khas batik Surabaya, kecamatan Rungkut pada khususnya. “Perhatian pemerintah pun sejauh ini cukup bagus. Lingkungan kita akan dijadikan wilayah percontohan pengrajin batik,” ujarnya.
Saat ini batik seru sudah didistribusikan sampai Singapura dan Thailand. Namun, jika anda memesannya, jangan berharap warna batik yang didapat sama dengan apa yang anda inginkan. Anda pun bisa memesannya langsung di Rumah produksi jalan Wisma kedung Asem Indah J-28.(Subagus Indra)
Senin, 05 April 2010
Berburu Tokek di Pasar Burung
Dibawah terik matahari Surabaya yang seakan membakar kulit, alunan kicau burung terdengar saling bersahutan. Senantiasa menemani ratusan pengunjung pasar burung, Kupang siang itu, menyulap suasana menjadi sejuk.
Minggu (4/4), suasana pasar burung sama seperti hari Minggu biasanya. Selalu penuh, bahkan membeludak ke bahu jalan Diponegoro. Tak jarang hingga menimbulkan kemacetan. Lebihnya jumlah peserta transaksi (penjual dan pembeli) yang tak sebanding dengan lahan yang tersedia menjadi penyebabnya. Karena bisa dibilang pasar burung merupakan pasar liar.
Namanya saja, pasar burung. Sepanjang mata memandang selalu terlihat burung dan sangkar yang terpampang di setiap lapak. Namun tak hanya itu, jika masuk lebih dalam, Anda dapat temukan penjual reptil. Seperti tokek dan kadal.
Tokek dan kadal, salah satu spesies reptil ini begitu bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit kulit. Seperti kudis, bisul, gatal-gatal karena alergi, dan koreng. Di pasar tersebut tersedia tokek dengan berbagai ukuran. Tentu harga untuk setiap ukuran berbeda-beda. Untuk yang kecil dan sedang dengan ukuran sebesar tiga buah jari orang dewasa, dipatok harga 5.000 hingga 20.000 rupiah. Anda bisa mengeluarkan kocek hingga ratusan ribu untuk ukuran yang lebih besar.
Cara mengkonsumsi tokek dan kadal bisa digoreng atau dibakar. “Akan lebih mujarab kalau dibakar,” ujar Husein salah satu penjual tokek di tempat itu. Bagi yang doyan, akan lebih memilih tokek dari pada kadal, karena tingkat kemujarabannya lebih baik.
Bocah laki-laki berusia 14 tahun ini mengaku, selain untuk obat, pembeli biasanya menjadikan tokek sebagai hewan peliharaan. “Tokek Albino sering dicari pembeli untuk dijadikan peliharaan, harganya bisa mencapai ratusan juta per ekor.” imbuhnya.
Untuk mendapatkan hewan melata ini, Anda dapat memburunya setiap hari dari jam tujuh pagi hingga lima sore. Kecuali Jumat, tutup. (Subagus Indra)
Langganan:
Postingan (Atom)