Selasa, 23 Februari 2010

Jaga Reptil, Jaga Ekosistem

Jika Anda betanya kenapa banyak tikus dirumah?, penyebabnya bukan semata karena lingkungan yang kurang bersih. Perkaranya, keseimbangan ekosistem mulai terganggu, yaitu populasi pemangsa tikus dalam rantai makanan, reptil mulai berkurang. Hal ini yang mendorong Wawan dkk mendirikan perkumpulan pecinta reptil di Surabaya, Reptilia komunitas.
Komunitas yang visinya meliputi sosialisasi, edukasi dan konservasi keseimbangan ekosistem tersebut sering melakukan penyuluhan tentang reptil di berbagai sekolah dan desa. “Kami ingin menghilangkan paradigma masyarakat yang menganggap ular (reptil) jahat. Hanya perlu cara penanganan khusus dalam menghadapinya,” tutur wawan, wakil ketua komunitas yang beranggota 40 orang dari semua kalangan tersebut.
Komunitas ini juga mengkampanyekan reptil sebagai sahabat manusia. “Ini upaya untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Sayang sekali kalau anak cucu kita kelak hanya ditunjukan gambar reptil saja, karena hewannya sudah punah,” ujarnya.
Perkumpulan hobi yang rutin berkumpul setiap Jumat malam di taman Bungkul itu sudah berkali-kali mengadakan penyuluhan pada public. Seperti di sekolah-sekolah, pramuka dan masyarakat jelata.
Mereka membedakan materi penyuluhan sesuai tingkatan usia. Untuk jenjang anak yang duduk dibangku sekolah dasar (SD), materi diberikan hanya sebatas pengenalan hewan reptil. “Namun pada jenjang sekolah menengah pertama (SMP), tak hanya pengenalan, cara penanganan juga kami berikan,” tuturnya. Untuk anak SMA, imbuhnya, ditambah lagi dengan pengenalan organ-organ tubuh reptil seperti ular dan buaya.
“Selain itu, setiap kumpul kita selalu melakukan sharing tentang reptil yang kita miliki. Tentang bagaimana menjaga, merawat, menghadapi dan lain-lain. Kita juga terbuka bagi siapa saja yang ingin mengenal reptil,” katanya.
Pengalaman-pengalaman menegangkan juga pernah dilewati beberapa anggota komunitas ini. Untuk mengalahkan tasa takutnya, jangan heran jika sampai ada yang mencium kepala kobra. ”Digigit sering, ibarat main air, kalau nggak basah kan rugi,” ujarnya sambil tertawa.
Ditanyai bagaimana tips menghadapi reptil, khususnya ular, wawan menyarankan jika tidak perlu gugup saat berhadapan dengan hewan melata tersebut. ”ular nggak pernah sampai mengejar manusia. Justru ular takut kalau bertemu dengan manusia,” Jelasnya.
Sejauh ini, Reptilia yang sebelumnya bergabung dengan komunitas pendahulunya, Surabaya Reptil, telah melakukan penyuluhan di berbagai daerah. “Dari Surabaya timur sampai utara kami sudah pernah datangi,” aku pemilik king kobra ini.
Wawan mengaku anggotanya tidak pernah memperdagangkan reptil yang dimiliki. Hewan-hewan tersebut dibeli dari pet shop. “Kalaupun harus menjualnya, kita hanya melakukan di kalangan sendiri. Toh, nanti juga kembali lagi ke kita,” tukasnya.
Masih berkaitan dengan visi yang mereka usung, untuk menjaga keseimbangan ekosistem, rencananya reptilia ingin melepas 100 ular ke habitatnya. ”Kita akan lepas di hutan mangrove Surabaya Timur, Gunungsari dan beberapa tempat lain di Surabaya,” ujarnya.
Disamping itu komunitas ini juga beberapa kali memenagkan kontes reptil. Diantaranya, Juara I, II dan III open venom, juara II dan III open phyton, juara I lomba lari biawak dan juara II biawak lomba makan. (Subagus Indra)

Kejar Kualitas, Gaet Kuantitas

Ranah pendidikan merupakan kampung halaman bagi kaum intelektual. Dari lingkungan tersebut tercipta insan-insan besar. Tenaga pendidik adalah faktor penting dalam sistem itu. Performansi dosen dalam Perguruan Tinggi (PT) menjadi salah satu tolak ukur hasil dari proses pendidikan. Meliputi persiapan sebelum asistensi, motivasi yang diberikan, kemudahan komunikasi, penjelasan solusi (bukan pemberian solusi), waktu asistensi yang disediakan, dan umpan balik yang diberikan.
Setiap tahun selalu diadakan kompetisi dosen dan mahasiswa berprestasi tingkat nasional. 13-18 Agustus 2008 lalu misalnya, terpilih 30 finalis yang terdiri dari 15 dosen dan 15 mahasiswa dalam kompetisi tersebut. Prof. Dr. Edy Tri Baskoro dari Institut Teknologi Bandung (ITB) menjadi juara pertama dosen berprestasi, dan Dordia Anindita Rotinsulu dari Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai mahasiswa berprestasi.
Acara seperti ini merupakan modalitas untuk menfasilitasi dan memotivasi sivitas akademika agar lebih terpacu untuk selalu produktif dalam melahirkan karya, inovasi, invensi yang relevan bagi kehidupan Negara dan bangsa Indonesia. Sangat diharapkan juga dari kegiatan ini sepeti ini akan terjadi proliferasi publikasi Internasional perguruan tinggi Indonesia yang hingga saat ini masih jauh dari harapan.
Realisasi Undang-undang Badan Hukum Pendidikan (BHP), membuat institusi pendidikan harus bekerja keras untuk menghasilkan performa terbaiknya dalam pengelolaan akademik, administrasi, finansial, serta profesionalitas kualitas risetnya.
Seperti juga PT, berusaha melakukan peforna terbaiknya. Namun, tantangan yang harus dihadapi adalah tuntutan dari pengguna jasa pelayanan jasa pendidikan tersebut. Bukan hanya jumlah lulusan dan indeks prestasi saja, tetapi juga tingkat kepuasan mahasiswa yang ditinjau dari dosen yang memberikan pelayanan dalam proses belajar mengajar.
Menilik persoalan tersebut, evaluasi terhadap tenaga pendidik dirasa perlu dilakukan. Di lembaga pendidikan evaluasi terhadap para guru/dosen dimaksudkan untuk mencari perbaikan. Khususnya perbaikan mutu pendidikan dan bukannya untuk mendiskreditkan ataupun menghukum. Jadi dengan evaluasi akan diketahui kebaikan dan kekurangan kinerja dosen. Hasil ini harus ditindaklanjuti, kalau baik harus diakui dan dihargai. Kalau kurang baik harus diupayakan agar ada perbaikan di masa depan. Jadi evaluasi bukan suatu tujuan, namun suatu alat untuk perbaikan mutu.

Pemberdayaan Dosen
PT akan maju jika didukung oleh tenaga pendidik yang kompeten dalam bidangnya. Kompetensi dapat diartikan ciri-ciri pengetahuan, keterampilan dan kepribadian yang diperlukan untuk mencapai performansi yang tinggi. Kompetensi itu diperoleh dengan mengidentifikasi ciri-ciri dosen yang berperformansi tinggi untuk dibandingkan dengan ciri-ciri dosen yang berperformansi rata-rata.
Jika PT dianalogikan dengan sebuah televisi, dosen-dosen yang bekerja didalamnya bisa dikatakan sebagai program acara televisi yang ditayangkan. Memberikan informasi, ilmu, motivasi, kontrol sosial dan juga hiburan untuk mengatasi kejenuhan. Semakin baik penilaian pemirsa terhadap program-program acaranya (dosen), semakin baik pula perhatian pemirsa terhadap stasiun televisi (perguruan tinggi) tersebut.
Untuk dapat bersaing PT perlu memiliki ”kompetensi inti” yang dapat diandalkan. Kompetensi inti itu harus ditentukan sendiri oleh pimpinan PT yang bersangkutan, dengan menterjemahkan visi, misi dan tujuan-tujuan PT menjadi bentuk-bentuk kompetensi PT.
Untuk memelihara dan mengembangkan kompetensi-kompetensi inti, dibutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat mendukung terwujudnya kompetensi itu. Kompetensi-kompetensi inti PT itu kemudian diterjemahkan ke dalam kompetensi individu, yang ”wajib” dimiliki oleh semua dosen PT itu, sesuai dengan pekerjaan, tugas dan kewajiban masing-masing. Jadi kompetensi individu harus merupakan penjabaran dari Kompetensi Inti PT, agar pengembangan SDM dan kompetensi individu benar-benar relevan dengan kepentingan pencapaian tujuan-tujuan PT.
Manajemen Dosen Berbasis Kompetensi (MDBK) adalah pengelolaan SDM PT berlandaskan performansi sebagai wujud aktualisasi kompetensi dosen. Dalam hal ini kompetensi merupakan penjabaran sasaran dan strategi PT, sehingga akan menjadi jembatan pencapaian sasaran dan strategi PT di satu sisi, dan pengembangan serta pemeliharaan kompetensi yang harus dikontribusikan dari sisi SDM.
Jadi pemeliharaan dan pengembangan kompetensi dosen berarti pula pemeliharaan dan pengembangan kompetensi inti perguruan tinggi. MDBK memungkinkan pengelolaan dosen yang sejalan dengan misi dan proses perguruan tinggi, karena integrasi antara pengembangan SDM dengan strategi dan sasaran perguruan tinggi. Semua fungsi pengembangan SDM diarahkan untuk mengasah kompetensi perguruan tinggi, yang diyakini merupakan pembentuk keunggulan kompetitif PT. (Subagus Indra)

Senin, 08 Februari 2010

Gratis, Pelopor Majalah Fotografi di Jatim

Senin (8/2) malam Delta Independent Magazine+ (DIM+) sebagai majalah fotografi pertama di Jawa Timur (Jatim) diluncurkan ke publik cuma-cuma. Launching majalah milik salah satu perkumpulan fotografi Sidoarjo, Delta Independent (DI) ini digelar di atrium Suncity plaza.
Acara peluncuran majalah yang kontennya juga mengangkat potensi Sidoarjo tersebut dihadiri komunitas fotografi lain kota lobster, seperti AFOS, SIFOC dan KOPDAR. Selain itu, pengacara kawakan Sidoarjo Bambang Soetjipto, S.H turut melengkapkan acara.
“Ini merupakan majalah fotografi pertama di Sidoarjo, bahkan di Jatim. Semoga lewat foto dalam media ini akan lebih banyak lagi potensi Sidoarjo yang diangkat ke permukaan,” tutur Bambang ketika acara berlangsung.
Untuk edisi pertama ini DMI+ hanya cetak 1000 eksemplar. Selanjutnya, majalah yang terbit tiga bulan sekali atau triwulan ini akan didistribusikan di toko-toko buku, komunitas serta beberapa tempat umum di Sidoarjo dan sekitarnya.
Lebih baik, imbuh Bambang, kedepan majalah ini bisa terbit satu bulan sekali. Agar pembaca tidak menunggu terlalu lama untuk edisi berikutnya.
“Delta Independent magazine tidak semata-mata diperuntukkan untuk anggota komunitas delta independent saja. Namun, komunitas fotografi lain di Sidoarjo bisa menuangkan karya dan ilmunya disini. Jadi kita dapat saling sharing,” ujar editor foto DIM+ Imam Sy. (N: Subagus Indra)