Selasa, 30 Maret 2010

Wanita Punya Cerita


Setiap fotografer memiliki pengalaman dan cerita eksklusif disetiap kegiatan fotografinya. Tak hanya fotografer pria, wanita juga. Itulah yang disampaikan Mieke Jeanita Loal, Dita Putri, Atika Farmita dan Isabella Anjelita Jaya, pembicara diskusi foto yang diselenggarakan matanesia pictures dengan tema “Wanita Punya Cerita”, Sabtu (6/3) sore di ruang IV Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi – Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa-AWS).

Empat narasumber wanita yang memiliki latar belakang pendidikan, usia, pekerjaan dan kesibukan yang berbeda, sengaja dikumpulkan untuk membahas satu kesamaan diantara mereka, yaitu minat dan pengalaman dibidang fotografi.

Mieke Jeanita Loal, ibu rumah tangga ini sudah berkeliling ke lebih dari 10 pulau di Indonesia untuk mengabadikan tempat dan momen menarik. “Menurut saya, belajar motret tidak dibatasi usia dan waktu,” tutur wanita yang akrab disapa mieke tersebut.

Setiap tawaran memotret seperti mengabadikan Foto keluarga, kegiatan outbond dan kegiatan kantor suami dianggap sebuah tantangan baginya. “Saat memotret saya tidak punya beban, apa saja saya potret, karena saya bukan wartawan,” ujar penggila foto landscape ini.

Wanita 42 tahun ini punya cerita menarik saat belajar memotret. “Saya coba-coba memotret kue dagangan seorang teman yang saat itu menawarkan pada saya. Kemudian saya iseng memasang foto tersebut di facebook. Tak disangka dagangannya laris manis,” ceritanya sambil tertawa.

Lain cerita dengan Dita Putri, Fotografer harian jawa pos ini sempat melewati masa-masa sulit menjadi fotografer wanita. “Ketika awal masuk deteksi (rubrik anak muda jawa pos), atasan saya sempat meremehkan kinerja seorang wanita. Akhirnya, saya membuktikan dan mendapat kepercayaan itu setelah enam bulan,” tutur perempuan yang baru saja meraih gelar sarjana hukum di universitas airlangga tersebut.

Atika Farmita pun punya cerita sendiri. Mahasiswi Institut Tekhnologi Sepuluh Nopember (ITS) tersebut menjadikan fotografi sebagai hobi

Ia mengatakan selalu membawa kamera kemanapun pergi. Salah satu pengalamannya, saat ia dalam perjalanan ke kampus, kebetulan menjumpai sekumpulan massa sedang berunjuk rasa didepan gedung Grahadi. “Karena saya membawa kamera, jadi tidak ada alasan bagi saya untuk tidak mengambil gambar tersebut,” tukasnya.

Terakhir, ditutup dengan presentasi Isabella Anjelita Jaya atau lebih akrab dipanggil Bella. Gadis kelas XI Sekolah Menengah Atas Petra 2 tersebut bergelut dengan dunia fotografi sejak kecil, berawal dari model. “Dari kecil Mama selalu membujuk saya untuk action didepan kamera. Sampai sekarang pun masih saya lakukan,” akunya.

Kecintaan terhadap kegiatan jepret-menjepret tak berbeda dengan kecintaannya terhadap Bonek mania (suporter Persebaya Surabaya). Karena itu, gadis yang mengambil ekstra kulikuler jurnalistik ini sering mengabadikan gambar-gambar tentang suporter yang diberrtakan sering melakukan anarki tersebut. Ia mengambil gambar ditengah fanatisme dan hiruk pikuk manusia yang berada di dalam tribun penonton.

Mama sempat melarang saya untuk melihat persebaya di stadion gelora 10 Nopember, saya pun nekad diam-diam pergi tanpa izin mama.” Selorohnya. (Subagus Indra)

Kamis, 04 Maret 2010

Oase (ber)Syukur


Satu lagi persembahan teater Lingkar Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Surabaya – Almamater Waratawan Surabaya (Stikosa-AWS). Dengan mengangkat judul Syukur, Selasa (2/3) malam, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dengan moto “sayang tak ada kata-kata bila bisu jiwa senimu” itu menggelar pementasan perdana bagi angkatan anyarnya, Oase.

Drama teater yang diselenggarakan di ruang IV Stikosa-AWS ini menceritakan tentang penyesalan seorang anak atas kematian Ayahnya. Namanya Bima, ia terjerumus dalam pergaulan bebas. Sosok yang diperankan oleh Bagoes Dwi “Anjasmara” Sudharma ini terkurung dalam lingkaran setan Narkoba dan minuman keras.

Suatu ketika dikamarnya, sang ayah tersentak menemukan Bima sedang sakau memakai putau, sontak ayah naik pitam, saat itu juga terjadi pertengkaran diantara mereka. Ayah mengutuk anak semata wayangnya tersebut akan menyesali segala perbuatannya kelak. Hal itu pun terjadi ketika ayah Bima meninggal dunia

Pagelaran yang diperankan oleh lima aktor ini melalui proses persiapan jauh-jauh hari. “Kita melakukan persiapan untuk pementasan ini sejak satu bulan lalu. Namun, waktu efektifnya hanya sekitar dua minggu,” tutur ketua pelaksana, M. Susanto “Sudrun”.

Selain warga Stikosa-AWS, pentas perdana angkatan yang didiklat desmber 2009 ini juga dihadiri penikmat seni Surabaya seperti teater Cemara, mahasiswa STKW, SMA 6 Surabaya dan masih ada yang lainnya. (Subagus Indra)