Rabu, 10 Agustus 2011

Perbanyak Air Putih, Jauhkan Panas Dalam

Suatu hari di siang yang terik, saya sedang duduk di ruangan kantor dan asik mengutak-atik program di handphone. Tapi, mendadak hasrat ini tergerak untuk bersegera ke kamar mandi. Dalam kurun waktu kurang dari setengah jam, lebih dari tiga kali saya keluar masuk kamar mandi. Nampaknya, suhu udara di ruangan ber-AC (Air Conditioner) itu membuat saya doyan buang air kecil. Meskipun panas matahari di luar begitu menyengat, nyatanya AC itu mampu membekukan segala yang ada di dalam ruangan.

Awalnya, saya kira ini hanya hal biasa, yang orang jawa biasa menyebutnya ‘anyang-anyangen’; sering buang air kecil, tapi tak banyak air seni yang keluar. Memang itu yang saya rasakan. Tapi anehnya, ketika buang air kecil, maaf, alat reproduksi saya terasa sakit. Tak hanya itu, sekali lagi maaf, air seni saya pun bercampur dengan gumpalan darah. Badan terasa lemas, kepala pusing dan pinggang terasa sakit. Meskipun terkejut, saya berusaha berfikir positif.

Sontak saya teringat wejangan orang tua, jika mengalami ‘anyang-anyangen’ maka salah satu jempol kaki harus diikat erat. Saya tak tahu pasti apa tujuannya. Yang jelas saya pernah mencobanya dan berhasil.

Sialnya, di percobaan saya yang kedua ini hasilnya tak terlihat. Kata seorang kerabat, saya juga harus mengolesi pusar saya dengan balsam. Meski (juga) tak tahu apa manfaatnya, toh, saya juga menurutinya. Segera saya mengambil balsem, mencoleknya sebanyak ujung jari telunjuk dan mengoleskan rata ke daerah sekitar pusar. Tak merasakan panasnya, langsung saya tambahkan lebih banyak ke pusar saya.

Hmm..akhirnya panas balsam menyergap tubuh. Nyaman rasanya. Intensitas saya buang air kecil jadi sedikit berkurang. Tapi sewaktu buang air kecil masih mengeluarkan gumpalan darah. Saya masih merasakan ini hingga dua hari setelahnya. Tapi kemudian demam pun mulai menghinggap. Selama mengidap penyakit ini saya juga sulit buang air besar (BAB) dan gampang haus.

Tak ingin semakin parah, saya pergi ke dokter. “Ohh, ini panas dalam,” kata dokter setelah saya beritahukan keluhan yang saya alami. “Masak cuma panas dalam,” kata saya dalam hati. Maklum, saya salah satu tipe orang yang kurang sepenuhnya percaya pada dokter. Mungkin mindset saya telah terkontaminasi kabar-kabar kejahatan malpraktek yang dilakukan dokter. “Banyak-banyak minum air putih ya. Satu jam sekali minum satu gelas,” imbuhnya sambil memberikan obat.

Dokter mengatakan, penyakit ini berpotensi menjadi kencing batu. Sebelum terlambat, saya pun menuruti kata dokter, meminum obat teratur dan mengkonsumsi air putih lebih dari cukup. Hasilnya, saat ini penyakit itu mulai sembuh. BAB saya lancar, pinggang saya normal, alat reproduksi saya tak lagi sakit sewaktu buang air kecil, tak ada lagi gumpalan darah dan saya bebas menjalani aktivitas yang padat. Terima kasih dok.

Selasa, 09 Agustus 2011

Ikon Wisata Kalimas Masih Bikin Cemas

Jauh sebelum Belanda menancapkan benderanya di tanah air, ketika masa kepemimpinan Raden Wijaya dibawah panji kerajaan Majapahit, peran Surabaya sebagai kota pelabuhan sangat penting. Saat itu Pelabuhan Kalimas berperan sebagai pintu gerbang perekonomian rakyat. Setiap harinya sungai Kalimas selalu dipenuhi perahu-perahu yang berlayar menuju pelosok Surabaya. Kini, walau tak bergeser dari fungsinya, suasana itu tak lagi dapat dilihat.

Siang itu, Senin (30/5), di dermaga pelabuhan Kalimas sepanjang 2.270 meter tersebut puluhan kapal lokal dan kapal layar motor (KLM) nampak begitu anggun membentuk formasi sandar sirip. Di sisi daratan truk-truk berbaris siap menampung barang yang diturunkan dari kapal.

Sengatan panas matahari tak pelak mengilatkan kulit legam para buruh bongkar muat itu. Gelondongan kayu, bongkahan besi dan puluhan karung beras adalah secuil barang yang harus mereka naik atau turunkan dari kapal. Walau peluh terus menetes, asa tetap terpancar dari matanya. Hiruk pikuk pelabuhan Kalimas ini seolah menjadi teman setia dalam perjuangan mempertahankan hidupnya.

Suara crane kapal begitu nyaring. Alat bantu pengangkut barang ini sibuk membongkar barang dari kapal Miyajima. Saat itu pula, di gudang 604 A berjejer ratusan barang yang terkemas dalam kubik-kubik kayu. Di dalam ruangan yang terletak di pojok, Teguh Prasetyo sedang sibuk dengan tumpukan berkasnya. “Disini barangnya campuran, mulai dari makanan ringan sampai keramik juga ada,” kata Kepala gudang 604 A pelabuhan Kalimas ini pada penulis.

Barang yang ada di gudang ini biasanya tak langsung dimuat ke kapal. “Proses bongkar muat tergantung kesiapan kapal ataupun barangnya. Kalau barang sudah siap tapi kapal belum datang, terpaksa barang harus menunggu di dalam gudang. Begitu juga sebaliknya,” jelas Teguh.
Tak jarang proses menunggu ini memakan waktu hingga satu bulan. Menejer terminal Kalimas, I Ketut Sutirta Rahaja, menjelaskan sistem yang diterapkan di pelabuhan Kalimas memang memiliki keunikan tersendiri. Berbeda dengan yang diterapkan di pelabuhan dalam. Ketika barang datang, kegiatan muat barang dapat langsung dilakukan.

“Di sini (Pelabuhan Kalimas) proses bongkar muat tak hanya menunggu kesiapan barang dan kapal, mereka juga harus menyiapkan tenaga kerja bongkar muat (TKBM). Karena di sini TKBM bersifat borongan atau tidak terikat,” ujarnya. Tetapi, jika barang dan kapal sama-sama ready, dengan jumlah TKBM lebih dari 10 orang, proses bongkar ataupun muat barang dapat diselesaikan dalam waktu satu hari.

Selain itu, kapal bebas keluar masuk pelabuhan. Asalkan armada kapal mengantongi ijin dari kantor Administrasi Pelabuhan (Adpel), kapal boleh kapanpun labuh atau meninggalkan pelabuhan. “Meski begitu, kami (terminal Kalimas) tetap menjadi pengendali arus kapal di pelabuhan Kalimas. Mereka tetap harus menyerahkan berkas ijin sandar, meninggalkan, bongkar, muat hingga mendatangkan crane kapal,” jelas Ketut.

Karena ketidakpastian ini membuat volume bongkar muat kapal sulit dihitung secara pasti per harinya. Meski begitu, tak sembarangan kapal boleh masuk pelabuhan seluas 5,2 Hektar ini. Menurut peraturan yang diterbitkan Adpel, kapal yang diijinkan sandar di pelabuhan Kalimas adalah jenis kapal lokal dan KLM. Untuk kapal lokal memiliki spesifikasi panjang tidak lebih dari 55 meter. Tapi untuk KLM, berapapun panjangnya tetap diperbolehkan masuk.

Akibat sedimentasi yang terjadi di sungai Kalimas, kapal lokal hanya diperbolehkan sandar sirip di daerah dekat muara. Ini bertujuan agar draft yang dilakukan kapal tak sampai mengakibatkan kapal kandas.

Ditengah keunikan sistem yang berlaku di pelabuhan Kalimas, pengelola terus memperbaiki fasilitas penunjang. Seperti bolder, paving dan pengerukan dasar sungai untuk menambah kedalaman sungai. Adanya pedagang makanan yang berjualan di area pelabuhan tak luput dari penanganan. Ketut menyadari kehadiran penjual tersebut memang dibutuhkan oleh para buruh bongkar muat. “Agar tak mengganggu bongkar muat kapal, kami memberi solusi dengan membuatkan tempat khusus untuk mereka berjualan di kawasan Lini 2. Meski masih banyak dari mereka yang nakal,” katanya.

Pintu Gerbang Peradaban

‘Penyanderaan’ Belanda terhadap ibu pertiwi selama lebih dari tiga abad bukan tanpa bekas. Sejumlah bangunan kuno yang ada di nusantara merupakan saksi bisu masa kependudukan Belanda. Seperti halnya jembatan Petekan. Tipe jembatan angkat atau dalam bahasa belanda disebut Ophaalburg ini merupakan ritus yang membuktikan adanya kegiatan pelayaran di kawasan pelabuhan Kalimas masa lalu.

Tempo dulu, kapal-kapal dagang berukuran besar hanya dapat sandar di selat Madura. Namun, ketika mendekati perairan Surabaya, untuk membongkar atau memuat barang-barang kargonya digunakanlah tongkang-tongkang atau kapal-kapal sekunar. Setelah memuat barang ditengah laut, dengan gesitnya kapal-kapal itu menelusuri Kalimas hingga mencapai pelabuhan utama yang pada waktu itu merupakan pelabuhan Kota Surabaya yang terletak di jantung kota.

Disepanjang sungai Kalimas tahun 1925, banyak berdiri pabrik-pabrik yang menjadi sektor industri di kota Surabaya. Hakekatnya cagar budaya sesungguhnya bukan sebuah ikon suatu kota. Lebih dari itu adalah artefak yang bernilai tinggi. Saat ini bangunan-bangunan tersebut diwujudkan sebagai tempat wisata yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Untuk mengenang sungai Kalimas sebagai tempat perdagangan dan pelabuhan air, yang didukung Pemerintah Kota Surabaya dengan mengadakan berbagai kegiatan diantaranya perahu hias dan tempat kunjungan wisata.

Pesona Wisata

Ditengah hiruk pikuk dinamika pelabuhan Kalimas yang kadang membuat stres, nyatanya, justru membuat wisatawan domestik maupun mancanegara kepincut ingin mendatangi pelabuhan tradisional ini. Pesona kapal tradisional dan kegiatan awak kapalnya mengusik rasa penasaran wisatawan. Layarnya yang terkembang lebar dengan tiang penyangga yang tinggi dan kokoh menambah eksotika moda transportasi satu ini. Pemerintah kota (pemkot) Surabaya yang bekerjasama dengan menejemen pelabuhan cabang Tanjung Perak, membuat program pariwisata yang menjadikan pelabuhan Kalimas sebagai tempat tujuan wisata.

Namun rencana ini masih belum jelas kapan akan terealisasi. Memurut Ketut, saat ini masih dalam proses pembebasan gudang yang dimiliki oleh pihak swasta dan Angkatan Darat (AD). “Gudang milik Angkatan Darat yang berada di wilayah kami merupakan bangunan yang dibangun menggunakan dana APBN. Sehingga proses penghapusannya harus melalui menteri keuangan. Ini memerlukan waktu yang panjang,” jelasnya.

Meski harus melepas beberapa gudang yang dimiliki swasta dan AD, menejemen tidak khawatir bakal mengalami penurunan jumlah pemasukan. “Kami mendukung sepenuhnya program pemkot tersebut,” katanya. Sebagai salah satu upayanya yang lain, pengelola pelabuhan pun selalu menggalakan program pembersihan air sungai Kalimas. “Kami menyediakan petugas khusus untuk membersihkan sungai dari sampah yang berasal dari tengah kota itu,” imbuhnya.

Rencananya proyek pemkot ini akan menggunakan area pelabuhan Kalimas dari pos IV hingga jembatan petekan sebagai tempat kunjungan wisata. Wilayah ini dipilih karena tak terlalu sibuk dengan kegiatan bongkar muat kapal, sehingga wisatawan tak mengganggu kegiatan serupa di pos lainnya.

Angin segar berhembus dari salah satu perusahaan rokok di Indonesia. Menurut Ketut, pihaknya telah melakukan kerjasama dengan perusahaan rokok tersebut untuk menggunakan pelabuhan Kalimas sebagai daerah tujuan wisata. “Rencananya, setiap hari Minggu di bulan Juni, program tour wisata milik perusahaan rokok itu akan melintasi pelabuhan ini lewat darat,“ jelasnya. Ia menambahkan, selain lewat darat, perjalanan wisata ini tak menutup kemungkinan akan dapat dinikmati lewat air pula. “Impian kami, nantinya perjalanan wisata air itu layaknya yang ada di belanda dan negara lainnya,” tambahnya.

Naskah : Subagus Indra

Senin, 08 Agustus 2011

Kelezatan Tersaji di Bambu Asri

“Kalau ke Jombang tidak mampir lesehan Bambu asri, hukumnya haram bagi saya,” tutur salah seorang pelanggan asal Surabaya.

Kenikmatan menu sajian lesehan Bambu Asri sudah diketahui banyak orang. Bahkan wakil Gubernur Jawa Timur, Saifulah Yusuf, selalu menyempatkan datang ke tempat ini setiap kali pulang ke kampung halamannya itu. Hal tersebut terlihat dari beberapa foto yang menghiasi di dinding lesehan ini.

Lesehan yang terletak di desa Sengon, Jombang, atau sekitar 500 meter kearah selatan dari pabrik gula Pulo ini, menyajikan menu kuliner lain dari pada yang lain. Beberapa menu favoritnya seperti wader, belut, pepes ikan rengkeh dan pepes ikan kutuk.

Menurut Muhammad Naim, pemilik lesehan, menu-menu tersebut dihadirkan untuk memenuhi permintaan pasar akan menu kuliner yang tidak biasa. Seperti pepes ikan rengkeh, jenis ikan yang bentuk kepalanya mirip ikan lele ini terbukti disukai banyak pelanggan. “Karena jenis makanan ini sulit ditemui di kota lain,” tutur pelanggan asal Surabaya.

Pepes ikan rengkeh memiliki bumbu yang sedap. Mirip bumbu kari, membuat bau amis pada ikan hilang sama sekali. Berbeda dengan kulitnya yang kenyal, tekstur daging ikan rengkeh mirip ikan kutuk, sedikit kasar dan berserat. Namun bumbunya sangat merasuk sampai dalam.

Selain itu, menu andalan lainnya adalah ikan wader. Menu ini disajikan dengan udang, ikan teri dan sambal uleg yang istimewa. Ditambah lagi kolaborasi nasi putih dan nasi jagung yang siap memuaskan rasa penasaran pelanggan. Dalam sehari lesehan ini harus menyediakan setidaknya 25 kilogram ikan wader untuk memenuhi permintaan pelanggan.

Tempat ini selalu dipadati pelanggan ketika jam makan siang, sekitar pukul 11.00 – 14.00. Kenikmatan menyantap sajian juga didukung oleh suasana lesehan yang asri. Letaknya yang berada di dekat aliran sungai dan di bawah pohon bambu membuat udara berhembus sejuk. Begitu menggoda bukan?

Apabila penasaran, Anda dapat langsung datang ketempat ini kapanpun. Karena lesehan ini buka setiap hari, kecuali Jumat legi (penanggalan jawa) tutup, buka dari pukul 09.00 – 21.00 wib. Untuk seporsi hidangan setiap menu yang ada dibandrol harga 10 ribu rupiah.

Naskah dan Foto : Subagus Indra