Jauh sebelum Belanda menancapkan benderanya di tanah air, ketika masa kepemimpinan Raden Wijaya dibawah panji kerajaan Majapahit, peran Surabaya sebagai kota pelabuhan sangat penting. Saat itu Pelabuhan Kalimas berperan sebagai pintu gerbang perekonomian rakyat. Setiap harinya sungai Kalimas selalu dipenuhi perahu-perahu yang berlayar menuju pelosok Surabaya. Kini, walau tak bergeser dari fungsinya, suasana itu tak lagi dapat dilihat.
Siang itu, Senin (30/5), di dermaga pelabuhan Kalimas sepanjang 2.270 meter tersebut puluhan kapal lokal dan kapal layar motor (KLM) nampak begitu anggun membentuk formasi sandar sirip. Di sisi daratan truk-truk berbaris siap menampung barang yang diturunkan dari kapal.
Sengatan panas matahari tak pelak mengilatkan kulit legam para buruh bongkar muat itu. Gelondongan kayu, bongkahan besi dan puluhan karung beras adalah secuil barang yang harus mereka naik atau turunkan dari kapal. Walau peluh terus menetes, asa tetap terpancar dari matanya. Hiruk pikuk pelabuhan Kalimas ini seolah menjadi teman setia dalam perjuangan mempertahankan hidupnya.
Suara crane kapal begitu nyaring. Alat bantu pengangkut barang ini sibuk membongkar barang dari kapal Miyajima. Saat itu pula, di gudang 604 A berjejer ratusan barang yang terkemas dalam kubik-kubik kayu. Di dalam ruangan yang terletak di pojok, Teguh Prasetyo sedang sibuk dengan tumpukan berkasnya. “Disini barangnya campuran, mulai dari makanan ringan sampai keramik juga ada,” kata Kepala gudang 604 A pelabuhan Kalimas ini pada penulis.
Barang yang ada di gudang ini biasanya tak langsung dimuat ke kapal. “Proses bongkar muat tergantung kesiapan kapal ataupun barangnya. Kalau barang sudah siap tapi kapal belum datang, terpaksa barang harus menunggu di dalam gudang. Begitu juga sebaliknya,” jelas Teguh.
Tak jarang proses menunggu ini memakan waktu hingga satu bulan. Menejer terminal Kalimas, I Ketut Sutirta Rahaja, menjelaskan sistem yang diterapkan di pelabuhan Kalimas memang memiliki keunikan tersendiri. Berbeda dengan yang diterapkan di pelabuhan dalam. Ketika barang datang, kegiatan muat barang dapat langsung dilakukan.
“Di sini (Pelabuhan Kalimas) proses bongkar muat tak hanya menunggu kesiapan barang dan kapal, mereka juga harus menyiapkan tenaga kerja bongkar muat (TKBM). Karena di sini TKBM bersifat borongan atau tidak terikat,” ujarnya. Tetapi, jika barang dan kapal sama-sama ready, dengan jumlah TKBM lebih dari 10 orang, proses bongkar ataupun muat barang dapat diselesaikan dalam waktu satu hari.
Selain itu, kapal bebas keluar masuk pelabuhan. Asalkan armada kapal mengantongi ijin dari kantor Administrasi Pelabuhan (Adpel), kapal boleh kapanpun labuh atau meninggalkan pelabuhan. “Meski begitu, kami (terminal Kalimas) tetap menjadi pengendali arus kapal di pelabuhan Kalimas. Mereka tetap harus menyerahkan berkas ijin sandar, meninggalkan, bongkar, muat hingga mendatangkan crane kapal,” jelas Ketut.
Karena ketidakpastian ini membuat volume bongkar muat kapal sulit dihitung secara pasti per harinya. Meski begitu, tak sembarangan kapal boleh masuk pelabuhan seluas 5,2 Hektar ini. Menurut peraturan yang diterbitkan Adpel, kapal yang diijinkan sandar di pelabuhan Kalimas adalah jenis kapal lokal dan KLM. Untuk kapal lokal memiliki spesifikasi panjang tidak lebih dari 55 meter. Tapi untuk KLM, berapapun panjangnya tetap diperbolehkan masuk.
Akibat sedimentasi yang terjadi di sungai Kalimas, kapal lokal hanya diperbolehkan sandar sirip di daerah dekat muara. Ini bertujuan agar draft yang dilakukan kapal tak sampai mengakibatkan kapal kandas.
Ditengah keunikan sistem yang berlaku di pelabuhan Kalimas, pengelola terus memperbaiki fasilitas penunjang. Seperti bolder, paving dan pengerukan dasar sungai untuk menambah kedalaman sungai. Adanya pedagang makanan yang berjualan di area pelabuhan tak luput dari penanganan. Ketut menyadari kehadiran penjual tersebut memang dibutuhkan oleh para buruh bongkar muat. “Agar tak mengganggu bongkar muat kapal, kami memberi solusi dengan membuatkan tempat khusus untuk mereka berjualan di kawasan Lini 2. Meski masih banyak dari mereka yang nakal,” katanya.
Pintu Gerbang Peradaban
‘Penyanderaan’ Belanda terhadap ibu pertiwi selama lebih dari tiga abad bukan tanpa bekas. Sejumlah bangunan kuno yang ada di nusantara merupakan saksi bisu masa kependudukan Belanda. Seperti halnya jembatan Petekan. Tipe jembatan angkat atau dalam bahasa belanda disebut Ophaalburg ini merupakan ritus yang membuktikan adanya kegiatan pelayaran di kawasan pelabuhan Kalimas masa lalu.
Tempo dulu, kapal-kapal dagang berukuran besar hanya dapat sandar di selat Madura. Namun, ketika mendekati perairan Surabaya, untuk membongkar atau memuat barang-barang kargonya digunakanlah tongkang-tongkang atau kapal-kapal sekunar. Setelah memuat barang ditengah laut, dengan gesitnya kapal-kapal itu menelusuri Kalimas hingga mencapai pelabuhan utama yang pada waktu itu merupakan pelabuhan Kota Surabaya yang terletak di jantung kota.
Disepanjang sungai Kalimas tahun 1925, banyak berdiri pabrik-pabrik yang menjadi sektor industri di kota Surabaya. Hakekatnya cagar budaya sesungguhnya bukan sebuah ikon suatu kota. Lebih dari itu adalah artefak yang bernilai tinggi. Saat ini bangunan-bangunan tersebut diwujudkan sebagai tempat wisata yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Untuk mengenang sungai Kalimas sebagai tempat perdagangan dan pelabuhan air, yang didukung Pemerintah Kota Surabaya dengan mengadakan berbagai kegiatan diantaranya perahu hias dan tempat kunjungan wisata.
Pesona Wisata
Ditengah hiruk pikuk dinamika pelabuhan Kalimas yang kadang membuat stres, nyatanya, justru membuat wisatawan domestik maupun mancanegara kepincut ingin mendatangi pelabuhan tradisional ini. Pesona kapal tradisional dan kegiatan awak kapalnya mengusik rasa penasaran wisatawan. Layarnya yang terkembang lebar dengan tiang penyangga yang tinggi dan kokoh menambah eksotika moda transportasi satu ini. Pemerintah kota (pemkot) Surabaya yang bekerjasama dengan menejemen pelabuhan cabang Tanjung Perak, membuat program pariwisata yang menjadikan pelabuhan Kalimas sebagai tempat tujuan wisata.
Namun rencana ini masih belum jelas kapan akan terealisasi. Memurut Ketut, saat ini masih dalam proses pembebasan gudang yang dimiliki oleh pihak swasta dan Angkatan Darat (AD). “Gudang milik Angkatan Darat yang berada di wilayah kami merupakan bangunan yang dibangun menggunakan dana APBN. Sehingga proses penghapusannya harus melalui menteri keuangan. Ini memerlukan waktu yang panjang,” jelasnya.
Meski harus melepas beberapa gudang yang dimiliki swasta dan AD, menejemen tidak khawatir bakal mengalami penurunan jumlah pemasukan. “Kami mendukung sepenuhnya program pemkot tersebut,” katanya. Sebagai salah satu upayanya yang lain, pengelola pelabuhan pun selalu menggalakan program pembersihan air sungai Kalimas. “Kami menyediakan petugas khusus untuk membersihkan sungai dari sampah yang berasal dari tengah kota itu,” imbuhnya.
Rencananya proyek pemkot ini akan menggunakan area pelabuhan Kalimas dari pos IV hingga jembatan petekan sebagai tempat kunjungan wisata. Wilayah ini dipilih karena tak terlalu sibuk dengan kegiatan bongkar muat kapal, sehingga wisatawan tak mengganggu kegiatan serupa di pos lainnya.
Angin segar berhembus dari salah satu perusahaan rokok di Indonesia. Menurut Ketut, pihaknya telah melakukan kerjasama dengan perusahaan rokok tersebut untuk menggunakan pelabuhan Kalimas sebagai daerah tujuan wisata. “Rencananya, setiap hari Minggu di bulan Juni, program tour wisata milik perusahaan rokok itu akan melintasi pelabuhan ini lewat darat,“ jelasnya. Ia menambahkan, selain lewat darat, perjalanan wisata ini tak menutup kemungkinan akan dapat dinikmati lewat air pula. “Impian kami, nantinya perjalanan wisata air itu layaknya yang ada di belanda dan negara lainnya,” tambahnya.
Naskah : Subagus Indra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar