Senin, 21 Februari 2011

Refleksi Kegagahan TNI, Jaga Kedaulatan NKRI


Berdiri tegap diatas gedung setinggi 29 meter, perwira AL ini memandang jauh kearah laut lepas. Mengenakan Pakaian Dinas Upacara I (PDU I) dengan pedang ditangannya, menunjukkan kewibawaan dan penuh tanggung jawab. Seolah tak gentar menghadapi segala serangan lawan, patung setinggi 31 meter ini merefleksikan TNI AL yang siap menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Patung Monumen Jelesveva Jayamahe (Monjaya) berada dalam kawasan basis kekuatan TNI AL, di dalam markas besar Koarmatim (komando armada wilayah timur). Berada disamping lapangan Apel Armatim.

Letaknya diapit oleh dua jalur penyeberangan, darat dan laut. Disisi timur membentang jembatan Suramadu. Sedangkan disisi barat menjadi jalur kapal Ferry penghubung Tanjung Perak dan Ujung Kamal.

Patung Monjaya tidak mencitrakan siapapun. “Patung ini hanya merefleksikan TNI AL.agar tidak ada kesenjangan dalam keluarga besar TNI AL,” ujar kepala dinas penerangan armatim, kolonel laut KH Yeyen Sugiana. Jalesveva Jayamahe diambil dari bahasa sansekerta yang artinya “dilaut kita jaya”.

Akses Monjaya

Karena letaknya yang berada dalam kawasan tertutup, membuat setiap wisatawan yang berkunjung harus menuruti prosedur birokrasi yang ketat. Sebab didalam kawasan tersebut terdapat banyak tempat privat. Seperti gudang penyimpanan senjata, kapal perang dan alosista yang lainnya.

“Monjaya terbuka untuk siapa saja. Namun pengunjung tetap harus menaati prosedur yang kami berlakukan. Demi keamanan dan kenyamanan,” jelas kepala dinas penerangan Armatim Yayan

Kamal Humas dinas penerangan Armatim, menjelaskan setiap wisatawan, baik rombongan maupun perorangan diharuskan mengirim surat perrmohonan kunjungan pada Armatim. Paling tidak dua minggu atau 10 hari sebelum kunjungan.

Setelah surat izin disetujui, wisatawan dapat datang ke koarmatim yang terletak sekitar 500 meter arah timur makam sunan Ampel. Sebelum masuk kawasan tertutup, pengunjung wajib mendatangi pos kloning yang bertugas menyaring orang asing yang hendak masuk kawasan tersebut. Pengujung wajib meninggalkan kartu identitas maupun paspor untuk prosedur keamanan.

Monjaya memiliki fungsi ganda. Patung yang konon tertinggi kedua setelah patung liberty di New York ini juga berguna sebagai menara pandu suar bagi kapal-kapal. Patung ini juga ditopang oleh gedung yang berfungsi sebagai museum Armatim. Didalamnya terdapat lukisan perjuangan jaman prarevolusi fisik sampai tahun 1990-an, foto-foto pasukan hingga miniatur alosista yang dimiliki TNI AL.


Simbol Estafet
Dalam proses pembuatannya, monumen yang pembangunannya dirintis mulai tahun 1991tersebut dibantu oleh berbagai pihak. Salah satunya adalah PT Telkom saat itu menyumbangkan beberapa material untuk pembangunan. TNI AL pun sengaja mengumpulkan selongsongan peluru-peluru bekas dipakai latihan untuk tambahan, karena bahan baku utama yang digunakan adalah tembaga, sehingga tak mudah berkarat. “Karena pembangunannya murni menggunakan dana swadaya TNI AL,” aku Yeyen.

Pembangunan yang diarsiteki oleh Nyoman Nuarta, lelaki asal Bandung, akhirnya diresmikan pada 5 Desember 1996, bertepatan dengan hari armada RI oleh presiden Soeharto.

Latar belakang dibangunnya monument ini adalah untuk tetenger tongkat estafet dari generasi lama menyerahkan tugas pada generasi baru.

Selain, Monjaya, tepat dibawah patung terdapat sebuah Gong yang dibuat dari sisa kuningan bahan baku patung. Gong Kyai Tentrem namanya. “Harapannya, agar kehadiran TNI AL dapat menjadikan tentram masyarakat sekitar,” tutur Yeyen.

Gong ini hanya ditabuh pada waktu-waktu tertentu. “Salah satunya saat penerimaan anggota akademi militer sebelum resmi menjadi warga koarmatim,” jelas Kamal.

naskah : subagus indra | foto : reza nurmansyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar