Minggu, 22 Agustus 2010

Raup Rezeki dari Prasasti


Melintas di Jalan Ngagel Jaya Selatan, depan taman makam pahlawan Surabaya. Deretan batu alam terhampar dipinggir jalan raya. Ada yang digantung, ada pula yang ditata berjejeran rapi. Sebagian besar sudah dipahat berbentuk persegi panjang dan balok beragam ukuran. Didominasi warna bebatuan alam dan hitam. Diatasnya terukir tanggal dan nama-nama orang.

Teguh, Pria yang mengaku asli Surabaya ini telah menekuni usaha jasa pembuatan prasasti dan batu nisan sejak Sembilan tahun lalu. “Awalnya belajar dari teman di Kalimantan. Setelah bisa, saya berniat mendirikan usaha sendiri,” kenangnya.

Dilapaknya yang terletak dibahu jalan raya, hanya ada satu tempat duduk panjang yang terbuat dari kayu, tersandar di sisi luar pagar areal taman makam pahlawan. Panas terik Surabaya masih terhalang oleh seng lapuh, melindungi tiga pekerja yang sibuk menyelesaikan enam buah pesanan batu nisan. Bentuk prasasti dan batu nisan yang dibuatnya merupakan hasil kreasinya sendiri. Namun pelanggan dapat memesan dengan desainnya sendiri. “Kita ini hanya melayani,” tutur pria 41 tahun ini.

Bahan dasar pembuatnya berasal dari berbagai macam batu alam. Batu onix, marmer granit, granit beling, granit Italy, marmer Tulungagung, dan masih ada lagi yang lainnya. Semuanya ia dapatkan dari Tulungagung.

Harga yang dipatok tergantung dari jenis batu dan ukurannya. Granit beling dihargai paling murah. Tak heran batu jenis ini paling banyak diminati pemesan. Harganya berkisar mulai Rp 400 ribuan. “Untuk harga kita punya patokannya, tapi nanti kesepakatan kami dan pemesan,” jelasnya.

Dibantu tiga pekerja, Teguh mampu menyelasaikan pesanan kurang dari satu minggu. “Tapi kalau bulan puasa pesanan makin banyak, sampai-sampai kami kualahan,” katanya. Ia harus menambah jumlah pekerja sekitar tiga orang lagi. Karena hampir semua pemesan menginginkan batu nisannya jadi sebelum lebaran untuk memerbaiki makam sanak saudara dan kerabatnya.

Pemesannya berasal dari berbagai daerah. Bahkan sudah sampai keluar pulau Jawa. “Pelanggan saya juga ada sampai di Banjarmasin,” ujarnya. Teguh membuka lapaknya tidak menentu, lagi-lagi tergantung jumlah pesanan yang diterimanya, biasanya dari jam 7 pagi sampai 5 sore. (N: Subagus Indra/F: Reza Nurmansyah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar