Minggu, 01 Mei 2011

Teknologi, Kompetensi dan Responsibiliti Wartawan

Terdapat beberapa orang yang mengibaratkan kerja jurnalis layaknya seorang superhero. Betapa tidak, si kuli tinta ini diharuskan tahu tentang banyak hal, merekam peristiwa-peristiwa penting dan menyebarkannya pada publik. Tak jarang pula dalam proses kerjanya harus berhadapan dengan maut. Jurnalis pun harus mampu menghadapi hal ini.

Jurnalis bukanlah profesi yang sepele. Karena apa yang dilakukannya menyangkut masa depan peradaban manusia. Oleh karena itu, untuk mendukung kerja intelektualnya, jurnalis harus mempunyai banyak kecakapan, antara lain kecakapan menguasai lapangan untuk mencari berita, kecakapan menulis dan menyajikan berita yang dibuat.

Untuk menghasilkan karya jurnalistik yang baik, berawal dari peliputan di lapangan. Wartawan menjalani tiga peran sekaligus, yaitu wartawan sebagai pengamat, sebagai saksi mata dan sebagai dekat pelaku. Untuk melakukan ketiga hal tersebut secara bersamaan, wartawan harus memiliki softskill yang baik.

Dalam kegiatan jurnalismenya wartawan pun memiliki rambu-rambu. Semua diatur dalam kode etik jurnalistik. Menyangkut tentang etika wartawan saat peliputan maupun penulisan berita.

Karena berhubungan dengan publik, pers memiliki pengaruh hebat di masyarakat. Pers yang baik akan sangat tergantung pada kualitas wartawannya. Wartawan dengan kualitas pas-pasan akan memengaruhi kualitas pemberitaannya. Artinya, kualitas beritanya juga pas-pasan, begitu juga sebaliknya. Kalau wartawannya hanya punya kualitas pas-pasan bagaimana bisa mengharapkan peningkatan kecerdasan masyarakat.

Oleh karena itu, kompetensi wartawan sangat diperlukan sebagai salah satu syarat peningkatan kualitas pemberitaan dan berpengaruh pada kecerdasan masyarakat pula. Kecerdasan wartawan dalam mengangkat persoalan atau informasi untuk disiarkan, mau tidak mau berkorelasi erat dengan peningkatan pengetahuan dan wawasan. Tak terkecuali bisa menambah pemahaman pembaca terhadap suatu permasalahan yang sedang terjadi. Wartawan yang berkualitas karenanya ditandai dengan kualitas karya jurnalistiknya.

Untuk itulah, jurnalis membutuhkan kompetensi. Berdasarkan rumusan Dewan Pers, ada tiga kategori kompetensi yang harus dimiliki oleh jurnalis, antara lain:
1. Kesadaran (awareness), yakni jurnalis menyadari setiap tindakan jurnalistiknya akan dipengaruhi oleh etika, karir, hukum, dan norma-norma. Artinya, jurnalis bukan orang bebas yang bisa berbuat seenaknya.
2. Pengetahuan (knowledge). Jurnalis adalah seorang ilmuwan. Karena sebagai ilmuwan, jurnalis dituntut mempunyai pengetahuan yang layak, yakni pengetahuan khusus dan teknis. mencakup pengetahuan umum dan pengetahuan khusus sesuai bidang kewartawanan yang bersangkutan. Tak kalah penting, jurnalis harus tahu bagaimana teori dan prinsip jurnalistik.
3. Keterampilan (skill). Jurnalis harus mempunyai keterampilan. Meliputi keterampilan menulis, wawancara, riset, investigasi, menganalisis arah pemberitaan, serta dapat mengoperasikan perangkat-perangkat teknis seperti kamera, komputer, internet, dan lain sebagainya.

Karena hubungan wartawan dan publik begitu mesra, pers meminggul tanggung jawab serius terhadap publik. Melalui medianya pers diwajibkan dapa memenuhi kebutuhan informasi, pengetahuan, hiburan dan kontrol sosial masyrakat. Lebih jauh lagi, pers pun diharapkan mampu membangkitkan optimisme kreatif masyarakat dalam menghadapi perubahan,salah satu caranya dengan memberdayakan kesadaran untuk kemandirian publik.

Berkaitan dengan itu, seiring dengan perkembangan zaman, berbagai macam teknologi tercipta untuk memudahkan aktifitas dan kerja manusia, termasuk kerja pers. Penemuan internet di era 90an menjadikannya pisau bermata dua. Di satu sisi menjadi bahaya besar bagi pengguna yang kurang bijaksana, namun juga memberi kemudahan bagi kerja manusia, khususnya wartawan.

Cara penyampaian berita kepada masyarakat dengan cara “manual” dianggap tidak relevan lagi. Surat kabar, televisi, dan radio tidak lagi hanya mengandalkan medianya itu sendiri, tetapi sudah memakai media internet. Internet akhirnya memaksa manusia merumuskan kembali, dan mencari model tentang proses penyampaian berita. Kekuatan internet itu pernah diramalkan Prof. Philip Meyer, jika di tahun 2040, orang akan menyaksikan koran terakhir terbit dan dibaca orang.

“TV adalah tentang cara mempertontonkan berita. Media cetak lebih banyak menceritakan dan menjelaskan. Adapun media online mempertontonkan, menceritakan, memeragakan, dan berinteraksi.” (Jonathan Dube, Cyberjournalist.Net)

Berkaitan dengan proses penyebaran informasi yang dahulunya dilakukan para jurnalis media utama seperti jurnalis televisi, radio, dan media cetak lain, sekarang sudah banyak yang menggugat. Penyebaran informasi bisa dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, apa saja dan dengan cara apa saja. Warga negara yang selama ini dipersepsikan sebagai kelompok konsumen media, sekarang bisa bertindak sebagai jurnalis. Inilah kecenderungan jurnalisme baru di era internet ini.

Kesimpulan
Angin segar hadir kala muncul perkembangan teknologi komunikasi, internet. Kerja pers sedikit dimudahkan. Namun, paradigma penyampaian berita dengan cara manual seperti menggunkan TV, radio dan media cetak harus bergeser. Karena sifat internet yang mempertontonkan, menceritakan, memeragakan, dan berinteraksi dengan publik, dirasa lebih efektif dan efisien.

Pers memiliki tanggung jawab besar terhadap perkembangan negara. Karena hubungannya yang cukup mesra dengan publik, muncul tanggung jawab dan kesadaran sosial. Untuk memenuhi hal tersebut, jurnalis harus memiliki kompetensi khusus. Dalam kegiatan jurnalisme sendiri, kode etik jurnalistik mesti dijadikan pedoman. (Subagus Indra)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar