Senin, 04 Januari 2010

Ubah Visi, Jaga Eksistensi



Kabeh madjalah kang mbijantu marang perdjoangan nasional gedhe gunane. Ta’dongakake muga-muga Panjebar Semangat lestari mbijantu perdjoangan kita iki. Bila di artikan dalam bahasa Indonesia, semua majalah yang membantu perjuangan nasional besar jasanya. Saya doakan semoga Panjebar Semangat terus membantu pejuangan kita ini. Itu isi surat yang ditulis Bung Karno pada secarik kertas ketika ulang tahun penyebar semangat ke-20. Kini tulisan tersebut masih terpajang di dinding kantor majalah Penyebar Semangat jalan Bubutan 87 (GNI nomor 2) Surabaya.

Sesuai arti harfiahnya, Panjebar Semangat akan menyebarkan semangat untuk para pembacanya. “Kalau dulu semangat perjuangan kemerdekaan, setelah merdeka menjadi semangat mempertahankan kemerdekaan, sekarang adalah semangat mengisi kemerdekaan,” kata Moechtar, pemimpin redaksi majalah yang berdiri sejak 2 September 1933 ini.

Dr. Soetomo merupakan pemrakarsa lahirnya media ini di paviliun Timur Gedong Nasional Indonesia (GNI) Bubutan. Di masa itu, banyak orang Jawa yang tidak bisa berbahasa Belanda, bahkan Indonesia, sedangkan media yang beredar rata-rata menggunakan dua bahasa itu. Dengan misi memperlancar komunikasi, Panjebar Semangat lahir sebagai media berbahasa Jawa pertama, hingga saat ini.

Dulu, oplah majalah yang terbit tiap Sabtu itu bisa mencapai 85 ribu. Tetapi sejak tahun 1982, jumlah itu terus turun sampai sekarang rata-rata 25 ribu eksemplar.

Seiring berkembangnya zaman yang dirasa bahasa jawa mulai terpinggirkan. Majalah yang memiliki slogan Sura Diro Jayaningrat Lebur Dening Pangestuti (Kekuatan apapun, terlebih yang negatif, selalu akan tunduk pada budi pekerti yang baik), mengalihkan visinya.

Media ini ingin melestarikan budaya bahasa dan sastra Jawa. Salah satu caranya dengan merangkul generasi muda untuk membaca dan menulis bahasa Jawa. Untuk itu sejak 2004 dibuat rubrik baru, Glanggang Remaja. Rubrik ini dikhususkan untuk menampung karya anak muda. Awalnya hanya satu halaman, Namun karena apresiasi anak muda terhadap Panjebar Semangat dan bahasa Jawa mulai naik, kini menjadi empat halaman. “Setiap hari bisa sampai tiga artikel sampai di meja redaksi,” imbuh moechtar.

“Kata orang, bahasa Jawa bisa punah jika generasi tuanya meninggal, generasi mudanya tidak akan meneruskan, termasuk untuk langganan Panjebar Semangat. Tapi sekarang anak-anak muda mulai langganan, bahkan ada anak SD yang meminta ayahnya untuk langganan karena temannya juga langganan,” Moechtar berkisah. (N: Subagus Indra/F: sukarnosuryatmojo.wordpress.com, koleksikemalaatmojo.blogspot.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar